Kamis, 27 Maret 2014

Terima Uangnya, Siapkan Diri Ke Penjara



                Sidikalang-Dairi Pers :  Jika dahulu muncul spanduk Terima Uangnnya Jangan pilih orangnya, Pasca ancaman Bawaslu pemilu 2014 sepertinya “ Terima Uangnnya, Siapkan Diri Ke Penjara”. Sepertinya  pemilu 2014 ini ketegasan pengawas pemilu semakin terlihat. Rakyat yang berharap mendapat saweran uang untuk
memilih caleg harus hati-hati jika tidak sanggup masuk penjara. Kini banyak pihak yang mengintip praktek politik uang. Ancaman bagi caleg dan parpol pelaku politik uang juga semakin digiatkan. Bahkan rakyat penerima politik uang bisa dikenakan hukuman penjara 5 tahun.
      UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 Pasal 86 secara jelas telah melarang politik uang dalam kampanye. Pada Pasal 90 disebutkan, putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran yang dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu yang berstatus sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan. Berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap. Atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
      Dalam Undang-Undang No 12/2002 tentang pemilu khususnya Pasal 110 telah menyebutkan, ‘bahwa suatu tindakan yang dalam hal ini politik uang mencakup dua aspek’. Pertama, dari sisi pelaku; pelakunya adalah calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Kedua, dari sisi bentuknya; berupa menjanjikan dan atau memberikan uang dan atau materi lainnya kepada pemilih.
      Berdasarkan penjabaran UU tersebut, politik uang bisa dikategorikan kepada kejahatan korupsi. Karena ia memberikan suap berupa uang kepada pihak lain untuk mencapai tujuan politik. Dalam kaitan ini pemberi dan penerima dapat dikategorikan sama-sama melakukan pelanggaran, sehingga kedua belah pihak dapat dikenakan sanksi tindak pidana korupsi sesuai dengan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi
Politik uang dipandang sebagai bentuk tindak kejahatan. Dalam konteks pemilu, politik uang ibarat  virus yang akan merusak sendi-sendi pesta demokrasi hingga memproduksi produk –hasil pemilu—yang cacat/tidak ideal.
      Sementara itu dikalangan masyarakat Dairi sepertinya menerima uang untuk memilih seorang caleg parpol masih dianggap bukan suatu tindakan pidana. Bahkan banyak yang menilai caleg  harus memberikan uang jika harus menang pemilihan. Masyarakat Dairi juga sudah semakin terbiasa dengan pemberian uang saat pileg periode silam juga prosesi pilkada Dairi.
      Suburnya praktek politik uang juga karena diakibatkan tidak maksimalnya pengawas pemilu di daerah melakukan tugasnya. Sistim penerapan sanksi  pemilu terhadap pelaku tindak pidana politik uang masih dianggap tidak efektif,. Pasalnya pelanggaran pemilu maupun pilkada baru dapat diproses kepolisian jika ada pengaduan panwas. Selama panwas tidak mengadukan pelanggaran maka yang terjadi adalah suburnya praktek pidana pemilu khususnya politik uang.
Faktanya dimana juga daerah termasuk Dairi peran pengawas pemilu maupun pilkada justru menjaid tanda tanya. Batas waktu panwas menyelidiki hingga melimpahkannya ke kepolisian yang singkat kerap membuat pelaku kejahatan pemilu tidak mempunyai efek jera.
      Belum lagi persoalan moralitas oknum pengawas pemilu yang menjadi bahan pertanyaan.  Bukan tidak mungkin temuan pelanggaran pemilu/pilkada justru dijadikan Oknum pengawas pemilu sebagai lahan “ burgening” untuk sejumlah uang, jabatan maupun kolusi kepentingan agar kasus tidak dilimpahkan ke kepolisian.
 Meski ketegasan bawaslu RI untuk menegakkan pelanggaran pemilu sekaitan politik uang pada pemilu 2014. Tanpaknya masih sulit dilakukan di daerah.  Pasalnya banyak oknum pengawas pemilu justru hanya menjadi alat legitimasi sahnya pemilu saja. Tata rekrut personil panwas masih disangsikan dapat melahirkan pengawas pemilu/ pilkada yang berkwalitas, independen, berani dan propesional dalam melakukan tugasnya. Kebanyakan masih bersifat takut kehilangan pekerjaan, Bervisi uang bahkan dugaan kuat menjadikan jabatan panwas hanya sebagai alat untuk “negosiasi” ketika menemukan pelanggaran pemilu.
      Ketegasan Bawaslu pusat tidak diimbangi dengan ketegasan penagwas yang ada di daerah. Hal ini menyebabkan harapan untuk pemilu berkwalitas tahun 2014 sepertinya sulit dicapai. Namun demikian dengan berkembangnya tekhnologi dan laju infromasi bagi rakyat harus tetap menjaga diri dari penerima politik uang. Karena bukan tidak mungkin naas dan sial justru anda menjadi contoh penerima politik uang yang harus masuk penjara.  (R.07)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar