Sidikalang-Dairi
Pers : Jika dahulu muncul spanduk Terima
Uangnnya Jangan pilih orangnya, Pasca ancaman Bawaslu pemilu 2014 sepertinya “
Terima Uangnnya, Siapkan Diri Ke Penjara”. Sepertinya pemilu 2014 ini ketegasan pengawas pemilu
semakin terlihat. Rakyat yang berharap mendapat saweran uang untuk
memilih
caleg harus hati-hati jika tidak sanggup masuk penjara. Kini banyak pihak yang
mengintip praktek politik uang. Ancaman bagi caleg dan parpol pelaku politik
uang juga semakin digiatkan. Bahkan rakyat penerima politik uang bisa dikenakan
hukuman penjara 5 tahun.
UU Pemilu nomor 8 tahun 2012 Pasal 86 secara jelas telah
melarang politik uang dalam kampanye. Pada Pasal 90 disebutkan, putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap pelanggaran yang
dikenai kepada pelaksana Kampanye Pemilu yang berstatus sebagai calon anggota
DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota digunakan sebagai dasar KPU, KPU
Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota untuk mengambil tindakan. Berupa pembatalan
nama calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar
calon tetap. Atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi,
dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Dalam Undang-Undang No 12/2002 tentang pemilu khususnya Pasal
110 telah menyebutkan, ‘bahwa suatu tindakan yang dalam hal ini politik uang
mencakup dua aspek’. Pertama, dari sisi pelaku; pelakunya adalah calon anggota
DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Kedua, dari sisi bentuknya;
berupa menjanjikan dan atau memberikan uang dan atau materi lainnya kepada
pemilih.
Berdasarkan penjabaran UU tersebut, politik uang bisa
dikategorikan kepada kejahatan korupsi. Karena ia memberikan suap berupa uang
kepada pihak lain untuk mencapai tujuan politik. Dalam kaitan ini pemberi dan
penerima dapat dikategorikan sama-sama melakukan pelanggaran, sehingga kedua
belah pihak dapat dikenakan sanksi tindak pidana korupsi sesuai dengan UU No
31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi
Politik uang dipandang
sebagai bentuk tindak kejahatan. Dalam konteks pemilu, politik uang
ibarat virus yang akan merusak sendi-sendi pesta demokrasi hingga
memproduksi produk –hasil pemilu—yang cacat/tidak ideal.
Sementara itu dikalangan masyarakat Dairi sepertinya menerima
uang untuk memilih seorang caleg parpol masih dianggap bukan suatu tindakan
pidana. Bahkan banyak yang menilai caleg
harus memberikan uang jika harus menang pemilihan. Masyarakat Dairi juga
sudah semakin terbiasa dengan pemberian uang saat pileg periode silam juga
prosesi pilkada Dairi.
Suburnya praktek politik uang juga karena diakibatkan tidak
maksimalnya pengawas pemilu di daerah melakukan tugasnya. Sistim penerapan
sanksi pemilu terhadap pelaku tindak
pidana politik uang masih dianggap tidak efektif,. Pasalnya pelanggaran pemilu
maupun pilkada baru dapat diproses kepolisian jika ada pengaduan panwas. Selama
panwas tidak mengadukan pelanggaran maka yang terjadi adalah suburnya praktek pidana
pemilu khususnya politik uang.
Faktanya dimana juga daerah
termasuk Dairi peran pengawas pemilu maupun pilkada justru menjaid tanda tanya.
Batas waktu panwas menyelidiki hingga melimpahkannya ke kepolisian yang singkat
kerap membuat pelaku kejahatan pemilu tidak mempunyai efek jera.
Belum lagi persoalan moralitas oknum pengawas pemilu yang
menjadi bahan pertanyaan. Bukan tidak
mungkin temuan pelanggaran pemilu/pilkada justru dijadikan Oknum pengawas
pemilu sebagai lahan “ burgening” untuk sejumlah uang, jabatan maupun kolusi
kepentingan agar kasus tidak dilimpahkan ke kepolisian.
Meski ketegasan bawaslu RI untuk menegakkan
pelanggaran pemilu sekaitan politik uang pada pemilu 2014. Tanpaknya masih
sulit dilakukan di daerah. Pasalnya
banyak oknum pengawas pemilu justru hanya menjadi alat legitimasi sahnya pemilu
saja. Tata rekrut personil panwas masih disangsikan dapat melahirkan pengawas
pemilu/ pilkada yang berkwalitas, independen, berani dan propesional dalam
melakukan tugasnya. Kebanyakan masih bersifat takut kehilangan pekerjaan,
Bervisi uang bahkan dugaan kuat menjadikan jabatan panwas hanya sebagai alat
untuk “negosiasi” ketika menemukan pelanggaran pemilu.
Ketegasan Bawaslu pusat tidak diimbangi dengan ketegasan
penagwas yang ada di daerah. Hal ini menyebabkan harapan untuk pemilu
berkwalitas tahun 2014 sepertinya sulit dicapai. Namun demikian dengan
berkembangnya tekhnologi dan laju infromasi bagi rakyat harus tetap menjaga
diri dari penerima politik uang. Karena bukan tidak mungkin naas dan sial
justru anda menjadi contoh penerima politik uang yang harus masuk penjara. (R.07)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar